Di dalam bisnis biasa terjadi praktik pengalihan Aktiva berupa harta berwujud. Hal ini bertujuan agar perusahaan mencari keuntungan. Untuk keperluan pajak, DJP telah memberikan aturan terkait pengalihan Aktiva berupa harta berwujud ini. Ketentuan pengalihan harta berwujud diatur di beberapa pasal dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) yaitu :
- Pasal 4 ayat (1) huruf d UU PPh mengatur bahwa keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan Asset merupakan objek pajak penghasilan, kecuali pengalihan Asset yang merupakan bantuan atau sumbangan, harta hibahan, dan warisan (pasal 4 ayat (3) huruf a dan b).
- Pasal 10 ayat (1) UU PPh mengatur bahwa harga perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi jual beli Asset yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa adalah jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan atau diterima, sedangkan apabila terdapat hubungan istimewa adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima.
- Pasal 10 ayat (2) UU PPh mengatur bahwa nilai perolehan atau nilai penjualan dalam hal terjadi tukar-menukar Asset adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar.
- Pasal 10 ayat (3) UU PPh mengatur bahwa nilai perolehan atau pengalihan Asset yang dialihkan dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
- Pasal 11 ayat (8) UU PPh mengatur bahwa jumlah nilai sisa buku harta tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumlah harga jual yang diterima dibukukan sebagai penghasilan pada tahun terjadinya pengalihan Asset tersebut.
Apabila terjadi pengalihan Asset, penilaian Asset yang dialihkan dilakukan berdasarkan harga pasar. Pengalihan Asset tersebut dapat dilakukan dalam rangka pengembangankan usaha berupa :
- Penggabungan Usaha adalah penggabungan dari dua badan atau lebih dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu badan usaha dan melikuidasi badan usaha lainnya yang menggabung atau bergabung.
- Peleburan adalah penggabungan dari dua atau lebih badan usaha dengan cara mendirikan badan usaha yang baru dan melikuidasi badan-badan usaha yang bergabung tersebut atau badan usaha yang lama.
- Pemekaran usaha adalah pemisahan dari satu badan usaha menjadi dua badan usaha atau lebih dengan cara mendirikan badan usaha baru yang mengalihkan sebagian Assetnya dan kewajibannya kepada badan usaha baru tersebut, yang dilakukan tanpa melakukan likuidasi badan usaha yang lama.
Di samping itu, pengalihan Asset dapat pula dilakukan dalam rangka likuidasi usaha atau sebab lainnya. Nilai perolehan atau pengalihan Asset yang dialihkan dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha ditentukan dari :
1. Jumlah yang seharusnya dikeluarkañ atau diterima berdasarkan harga pasar.
Selisih antara harga pasar dengan nilai sisa buku harta yang dialihkan merupakan penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan
2. Penggunaan Nilai Buku
Secara umum, penggabungan, peleburan, dan pemekaran usaha akan melibatkan pihak yang mengalihkan harta dan pihak yang memperoleh harta. Sesuai Akuntansi Komersial, metode yang digunakan dalam konsolidasi adalah :
- Penyatuan kepentingan (pooling of interest)
- Pembelian (purchase)
3. Sisa Kerugian Fiskal
Skema ganti rugi yang dilakukan oleh wajib pajak badan maupun wajib pajak orang pribadi yang berdasarkan pembukuannya mengalami kerugian dan dihitung dari selisih kerugian dengan syarat yang sudah ditentukan oleh badan hukum
4. Persetujuan Direktur Jenderal Pajak.
Jika pengalihan Asset menggunakan nilai buku ternyata tidak mendapat persetujuan Direktur Jenderal Pajak, maka pengalihan Asset harus dinilai dengan harga pasar dan atas keuntungan yang diperolehnya dikenakan PPh. Bagi Wajib Pajak yang sebelum penggabungan, peleburan, atau pemekaran telah melakukan revaluasi Asset tetap, maka nilai buku yang dicatat adalah nilai buku setelah dilakukan revaluasi.
5. Penyusutan dan Amortisasi.
Penyusutan dan amortisasi dihitung secara prorata(perhitungan bulanan) sampai dengan bulan dilakukannya pengalihan Asset sedangkan, pihak yang menerima pengalihan Asset dihitung prorata sebanyak sisa bulan setelah bulan pengalihan dengan menggunakan metode penyusutan dan amortisasi yang dianut Wajib Pajak yang bersangkutan.
6. Pajak Penghasilan Pasal 25.
Jika penggabungan atau peleburan usaha dilakukan dalam tahun pajak berjalan, maka PPh Pasal 25 yang membayar adalah Wajib Pajak yang menerima pengalihan Asset dan tidak boleh melebih penjumlahan PPh Pasal 25 seluruh Wajib Pajak yang terkait sebelum penggabungan atau peleburan usaha. Apabila Wajib Pajak yang menerima pengalihan Asset setelah penggabungan atau peleburan mengalami penurunan usaha, maka Wajib Pajak yang bersangkutan dapat mengajukan pengurangan PPh Pasal 25.
7. Kewajiban Menyampaikan SPT bagi wajib pajak.
Setiap Wajib Pajak berkewajiban menyampaikan SPT Masa atau Tahunan PPh bagi Wajib Pajak yang melakukan pengalihan Asset.
8. Surat Ketetapan Pajak untuk pemeriksaan pengalihan harta dari perusahaan lama ke perusahaan baru.
9 . Penjualan Saham di Bursa Efek Jakarta yang mengikuti ketentuan wajib pajak dan pemegang saham yang melakukan pengalihan
10. Pengecualian terhadap Wajib Pajak atas pengenaan PPh apabila pengalihan hartanya berupa tanah dan atau bangunan